Pengertian dan Contoh Dongeng Pendek (Singkat) serta Relevansinya dengan Situasi Sekarang
Pembahasan kali ini adalah tentang pengertian dongeng, contoh dongeng pendek, contoh dongeng singkat, cerita dongeng anak sebelum tidur, dongeng binatang, kumpulan dongeng anak penghantar tidur.
Misalnya, pelajaran tentang kebaikan moral yang selalu menang dalam melawan kejahatan, pengorbanan seorang ibu, dan kecerdikan dalam menghadapi masalah. Banyak cerita dongeng yang dapat kita ambil manfaatnya, agar kita selalu berhati-hati dalam perbuatan sehari-hari.
Tersebutlah seorang anak muda bernama Skolong Reba Todo. Karena nadar kedua orang tuanya, Skolong yang tampan itu sudah direncanakan untuk dijodohkan dengan anak bibinya. Walaupun anak bibinya itu belum lahir, Skolong sudah disuruh ibunya untuk mulai tinggal bersama dengan bibinya.
Maksud ibunya, kelak kalau bibinya melahirkan anak gadis yang cantik maka gadis itu langsung akan dijodohkan dengan Skolong.
Skolong pun berangkat menuju ke rumah bibinya. Ia diterima oleh bibinya dengan ramah. Bibinya sangat senang karena Skolong tampan dan rajin. Skolong membantu mencarikan kayu api. Ia pun rajin bekerja di kebun bersama pamannya.
Waktu itu bibinya sedang hamil. Tentu saja Skolong berharap bibinya melahirkan seorang putri cantik. Tetapi harapan tinggal harapan, tidak semua harapan sesuai dengan kenyataan, ternyata, yang lahir bukanlah seorang putri cantik.
Melainkan sebuah cue atau ubi hutan yang berbulu-bulu. Cue biasanya tumbuh begitu saja di hutan, tidak ditanam manusia dan juga tidak dipelihara manusia.
Paman, Bibi, dan Skolong tentu sangat sedih. Mereka tak habis pikir atas kelahiran si Cue. Tapi bagaimanapun makhluk itu adalah anak mereka. Mereka harus menerima dengan ikhlas. Lebih-lebih si Cue bisa bicara layaknya manusia.
Mereka berharap Skolong tetap bersedia menerima Cue sebagai calon istrinya. Namun, pemuda itu tidak mau. Skolong pun berniat untuk kembali ke rumah ibunya.
"Kakak Skolong," kata Cue, "kalau kau kembali ke rumah ibumu, aku juga ikut."
"Adik Cue! Jangan ikut aku!" kata Skolong. "Walaupun kau larang aku tetap pergi bersamamu."
"Aku akan bunuh kamu di jalan!" kata Skolong. "Walaupun aku dibunuh, aku tetap mengikutimu dan membantu ibumu," kata Cue.
"Ibuku tidak suka padamu karena kamu sebuah cue. Badanmu tidak berbentuk, kaki dan tanganmu tidak ada. "Bagaimana kamu bisa membantu ibuku? Lagi pula, badanmu kotor dan penuh bulu," demikian kata-kata Skolong.
Sambil berkata begitu, Skolong berkemas-kemas untuk segera kembali ke rumah orang tuanya. Si Cue pun ikut berkemas-kemas. Si Cue tidak malu dan tidak sakit hati sekalipun diejek oleh Skolong.
Skolong Reba Todo berjalan menuju ke kampungnya. Sekitar lima belas meter di belakangnya menyusul pula si Cue hendak menuju ke kampung Skolong.
Di tengah perjalanan, kadang-kadang si Cue bergulir mendahului si Skolong, tetapi Skolong tidak mengetahuinya. Skolong mengira bahwa si Cue masih berada di belakangnya, tahu-tahu si Cue berada di depannya.
Jika si Cue sedang berada di depan, seolah-olah Skolong melihat rombongan manusia yang berjalan dari arah berlawanan. Sebenarnya, rombongan itu adalah rombongan si Cue, tetapi skolong tidak mengenalnya. Ketika Skolong berpapasan dengan rombongan itu, beberapa orang bertegur sapa dengan Skolong.
"Tuan-tuan, ada sebuah Cue yang mengikuti saya, kalau tuan-tuan melihatnya, bunuh saja atau lemparkan cue itu ke jurang yang gelap," pinta Skolong kepada rombongan tersebut.
Setiap ada perjumpaan seperti itu, Skolong dilirik seorang gadis cantik yang ada dalam rombongan. Dalam sekejap mata gadis cantik itu berlalu bersama dengan rombongannya, dan saat itu juga Skolong mendengar nyanyian seorang gadis. "Wahai Skolong, dalam perjalananmu yang jauh, kau lalui beberapa kampung, kau pandangi seorang gadis, betapa cintaku padamu, aku rindu belaianmu."
Mendengar suara nyanyian itu, Skolong diam sejenak. Dipandanginya alam di sekitarnya, barangkali di sana ada seorang gadis yang sedang bernyanyi.
Akan tetapi, di sekitarnya tiada seorang manusia pun. Yang ada hanyalah burung-burung berkicau. Skolong pun menoleh ke arah si Cue, siapa tahu si Cue juga bisa menyanyi. Akan tetapi, si Cue tak kelihatan.
Keluarga Skolong sibuk menyiapkan segala sesuatu. Mereka mengira bahwa Skolong akan datang bersama istrinya. Begitu pemuda itu masuk kampung, keluarganya tidak melihat seorang gadis berjalan dengan Skolong, yang dilihat hanyalah sebuah cue yang bergulir mengikuti Skolong.
"Saya tidak perlu disambut dengan meriah suara gong dan gendang," kata si Cue.
"Hai, Cue itu bisa bicara," kata orang kampung dengan penuh keheranan. Si Cue tidak perduli dengan kata-kata orang. Ia masuk ke rumah Skolong dan segera membantu orang tua Skolong untuk menanak makanan dan menimba air di pancuran.
"Oe. Inang," panggil si Cue kepada bibinya, "Aku pergi timba air." Bibinya sangat heran. Si Cue menggeret-geret wadah air yang kosong. Sampai di pancuran, ia menanggalkan kulitnya. Orang tidak melihatnya. Begitulah kerjanya setiap hari.
Dalam Minggu itu pada pesta wagal, yaitu salah satu pesta adat dalam tata cara perkawinan orang Manggarai. Dalam pesta itu akan diadakan pertandingan caci. Dalam pertandingan yang dimainkan kaum lelaki itu biasanya ada iringan pukulan gong dan gendang oleh kaum wanita, gadis-gadis biasanya membawakan tarian khas Manggarai.
Si Cue mengetahui pesta wagal yang disertai caci. Oleh karena itu, si Cue menyiapkan rombongannya. Ia berpura-pura pergi menimba air di pancuran. Di sana ia menanggalkan dan menyembunyikan kulitnya di bawah batu lempeng.
Setelah itu, tiba-tiba muncullah serombongan manusia: tua muda, laki perempuan, pemuda dan gadis-gadis. Rombongan si Cue itu berarak-arak menuju ke halaman kampung, yaitu tempat berlangsungnya permainan caci.
"Rombongan dari mana ini?" tanya Skolong kepada orang-orang yang sekampung dengannya.
"Mungkin dari kampung Rejeng," jawab seorang kampung. Rombongan yang dipimpin Cue sungguh menarik perhatian karena penuh dengan gadis cantik dan pemuda tampan.
Malam harinya Skolong bermimpi. Dalam mimpi ia disuruh untuk mengikuti si Cue ke pancuran. Ketika si Cue pagi-pagi buta hendak berangkat ke air pancuran, Skolong mengikutinya dan bersembunyi di sekitar pancuran. Dari persembunyian itu Skolong melihat si Cue menyembunyikan kulitnya di bawah batu lempeng. Setelah itu, muncullah serombongan manusia.
"Oo… ini rombongan si Cue," kata Skolong dalam hati. Begitu si Cue dan rombongannya berjalan menuju ke halaman kampung untuk mengikuti caci hari kedua, secara diam-diam Skolong mengambil kulitnya.
Pesta caci hari kedua pun segera dimulai. Si Cue yang telah berubah menjadi gadis cantik itu sedang menari dengan lenggak-lenggoknya di halaman. Semua mata memandangi kecantikannya.
Pada saat si Cue sedang asyik menari, Skolong meletakkan kulit si Cue di atas asap api, si Cue yang sedang menari tiba-tiba pingsan. Orang-orang terkejut dan Skolong pun segera menolongnya. Kulit Cue yang kena asap api itu segera dicelupkan ke dalam air lalu dibalutkan ke kepala gadis cantik yang pingsan itu. Pelan-pelan gadis itu sadar. Setelah sadar, ia ditanya Skolong.
"Siapakah kau yang sebenarnya?" tanya Skolong. "Saya…anak bibimu," jawabnya pelan dan pasti.
Sekarang Skolong semakin mengerti, bahwa sebuah cue yang dilahirkan bibinya tempo hari ternyata seorang gadis cantik. Skolong agak merasa malu dan rikuh jika ingat betapa dulu ia mengejek si Cue dan memperlakukan gadis itu dengan sikap dan kata-kata kasar.
Namun si Cue tidak mendendam, pada dasarnya ia memang mencintai pemuda itu, maka ia tidak merasa terhina dan malu ketika diejek Skolong. Mereka segera dinikahkan dan akhirnya hidup bahagia hingga hari tua.
Dari contoh cerita dongeng tersebut kita dapat mengambil manfaatnya. Tidak seharusnya kamu menilai seseorang dari ujud luarnya atau lahirnya saja. Akan tetapi, nilailah juga sikap dan budi pekertinya.
Seperti halnya si Cue, walaupun bentuknya aneh seperti ubi, ternyata, ia seorang yang baik hati. Ketabahan dan keuletannya akhirnya membuahkan hasil yang membahagiakan. Masih banyak lagi cerita dongeng yang dapat kamu ambil manfaatnya.
Baca juga: Mendongeng dengan Alat Peraga
Pengertian Dongeng
Dongeng adalah cerita tentang tokoh yang mengalami suka dan duka kehidupan. Banyak cerita dongeng yang dapat memberikan pelajaran yang baik untuk kehidupan kita.Misalnya, pelajaran tentang kebaikan moral yang selalu menang dalam melawan kejahatan, pengorbanan seorang ibu, dan kecerdikan dalam menghadapi masalah. Banyak cerita dongeng yang dapat kita ambil manfaatnya, agar kita selalu berhati-hati dalam perbuatan sehari-hari.
Contoh Dongeng Pendek
Perhatikan contoh berikut ini!Kisah Skolong Pemuda Tampan
Maksud ibunya, kelak kalau bibinya melahirkan anak gadis yang cantik maka gadis itu langsung akan dijodohkan dengan Skolong.
Skolong pun berangkat menuju ke rumah bibinya. Ia diterima oleh bibinya dengan ramah. Bibinya sangat senang karena Skolong tampan dan rajin. Skolong membantu mencarikan kayu api. Ia pun rajin bekerja di kebun bersama pamannya.
Waktu itu bibinya sedang hamil. Tentu saja Skolong berharap bibinya melahirkan seorang putri cantik. Tetapi harapan tinggal harapan, tidak semua harapan sesuai dengan kenyataan, ternyata, yang lahir bukanlah seorang putri cantik.
Melainkan sebuah cue atau ubi hutan yang berbulu-bulu. Cue biasanya tumbuh begitu saja di hutan, tidak ditanam manusia dan juga tidak dipelihara manusia.
Paman, Bibi, dan Skolong tentu sangat sedih. Mereka tak habis pikir atas kelahiran si Cue. Tapi bagaimanapun makhluk itu adalah anak mereka. Mereka harus menerima dengan ikhlas. Lebih-lebih si Cue bisa bicara layaknya manusia.
Mereka berharap Skolong tetap bersedia menerima Cue sebagai calon istrinya. Namun, pemuda itu tidak mau. Skolong pun berniat untuk kembali ke rumah ibunya.
"Kakak Skolong," kata Cue, "kalau kau kembali ke rumah ibumu, aku juga ikut."
"Adik Cue! Jangan ikut aku!" kata Skolong. "Walaupun kau larang aku tetap pergi bersamamu."
"Aku akan bunuh kamu di jalan!" kata Skolong. "Walaupun aku dibunuh, aku tetap mengikutimu dan membantu ibumu," kata Cue.
"Ibuku tidak suka padamu karena kamu sebuah cue. Badanmu tidak berbentuk, kaki dan tanganmu tidak ada. "Bagaimana kamu bisa membantu ibuku? Lagi pula, badanmu kotor dan penuh bulu," demikian kata-kata Skolong.
Sambil berkata begitu, Skolong berkemas-kemas untuk segera kembali ke rumah orang tuanya. Si Cue pun ikut berkemas-kemas. Si Cue tidak malu dan tidak sakit hati sekalipun diejek oleh Skolong.
Skolong Reba Todo berjalan menuju ke kampungnya. Sekitar lima belas meter di belakangnya menyusul pula si Cue hendak menuju ke kampung Skolong.
Di tengah perjalanan, kadang-kadang si Cue bergulir mendahului si Skolong, tetapi Skolong tidak mengetahuinya. Skolong mengira bahwa si Cue masih berada di belakangnya, tahu-tahu si Cue berada di depannya.
Gambar: Skolong dan Cue |
Jika si Cue sedang berada di depan, seolah-olah Skolong melihat rombongan manusia yang berjalan dari arah berlawanan. Sebenarnya, rombongan itu adalah rombongan si Cue, tetapi skolong tidak mengenalnya. Ketika Skolong berpapasan dengan rombongan itu, beberapa orang bertegur sapa dengan Skolong.
"Tuan-tuan, ada sebuah Cue yang mengikuti saya, kalau tuan-tuan melihatnya, bunuh saja atau lemparkan cue itu ke jurang yang gelap," pinta Skolong kepada rombongan tersebut.
Setiap ada perjumpaan seperti itu, Skolong dilirik seorang gadis cantik yang ada dalam rombongan. Dalam sekejap mata gadis cantik itu berlalu bersama dengan rombongannya, dan saat itu juga Skolong mendengar nyanyian seorang gadis. "Wahai Skolong, dalam perjalananmu yang jauh, kau lalui beberapa kampung, kau pandangi seorang gadis, betapa cintaku padamu, aku rindu belaianmu."
Mendengar suara nyanyian itu, Skolong diam sejenak. Dipandanginya alam di sekitarnya, barangkali di sana ada seorang gadis yang sedang bernyanyi.
Akan tetapi, di sekitarnya tiada seorang manusia pun. Yang ada hanyalah burung-burung berkicau. Skolong pun menoleh ke arah si Cue, siapa tahu si Cue juga bisa menyanyi. Akan tetapi, si Cue tak kelihatan.
Keluarga Skolong sibuk menyiapkan segala sesuatu. Mereka mengira bahwa Skolong akan datang bersama istrinya. Begitu pemuda itu masuk kampung, keluarganya tidak melihat seorang gadis berjalan dengan Skolong, yang dilihat hanyalah sebuah cue yang bergulir mengikuti Skolong.
"Saya tidak perlu disambut dengan meriah suara gong dan gendang," kata si Cue.
"Hai, Cue itu bisa bicara," kata orang kampung dengan penuh keheranan. Si Cue tidak perduli dengan kata-kata orang. Ia masuk ke rumah Skolong dan segera membantu orang tua Skolong untuk menanak makanan dan menimba air di pancuran.
"Oe. Inang," panggil si Cue kepada bibinya, "Aku pergi timba air." Bibinya sangat heran. Si Cue menggeret-geret wadah air yang kosong. Sampai di pancuran, ia menanggalkan kulitnya. Orang tidak melihatnya. Begitulah kerjanya setiap hari.
Dalam Minggu itu pada pesta wagal, yaitu salah satu pesta adat dalam tata cara perkawinan orang Manggarai. Dalam pesta itu akan diadakan pertandingan caci. Dalam pertandingan yang dimainkan kaum lelaki itu biasanya ada iringan pukulan gong dan gendang oleh kaum wanita, gadis-gadis biasanya membawakan tarian khas Manggarai.
Si Cue mengetahui pesta wagal yang disertai caci. Oleh karena itu, si Cue menyiapkan rombongannya. Ia berpura-pura pergi menimba air di pancuran. Di sana ia menanggalkan dan menyembunyikan kulitnya di bawah batu lempeng.
Setelah itu, tiba-tiba muncullah serombongan manusia: tua muda, laki perempuan, pemuda dan gadis-gadis. Rombongan si Cue itu berarak-arak menuju ke halaman kampung, yaitu tempat berlangsungnya permainan caci.
"Rombongan dari mana ini?" tanya Skolong kepada orang-orang yang sekampung dengannya.
"Mungkin dari kampung Rejeng," jawab seorang kampung. Rombongan yang dipimpin Cue sungguh menarik perhatian karena penuh dengan gadis cantik dan pemuda tampan.
Malam harinya Skolong bermimpi. Dalam mimpi ia disuruh untuk mengikuti si Cue ke pancuran. Ketika si Cue pagi-pagi buta hendak berangkat ke air pancuran, Skolong mengikutinya dan bersembunyi di sekitar pancuran. Dari persembunyian itu Skolong melihat si Cue menyembunyikan kulitnya di bawah batu lempeng. Setelah itu, muncullah serombongan manusia.
"Oo… ini rombongan si Cue," kata Skolong dalam hati. Begitu si Cue dan rombongannya berjalan menuju ke halaman kampung untuk mengikuti caci hari kedua, secara diam-diam Skolong mengambil kulitnya.
Pesta caci hari kedua pun segera dimulai. Si Cue yang telah berubah menjadi gadis cantik itu sedang menari dengan lenggak-lenggoknya di halaman. Semua mata memandangi kecantikannya.
Pada saat si Cue sedang asyik menari, Skolong meletakkan kulit si Cue di atas asap api, si Cue yang sedang menari tiba-tiba pingsan. Orang-orang terkejut dan Skolong pun segera menolongnya. Kulit Cue yang kena asap api itu segera dicelupkan ke dalam air lalu dibalutkan ke kepala gadis cantik yang pingsan itu. Pelan-pelan gadis itu sadar. Setelah sadar, ia ditanya Skolong.
"Siapakah kau yang sebenarnya?" tanya Skolong. "Saya…anak bibimu," jawabnya pelan dan pasti.
Sekarang Skolong semakin mengerti, bahwa sebuah cue yang dilahirkan bibinya tempo hari ternyata seorang gadis cantik. Skolong agak merasa malu dan rikuh jika ingat betapa dulu ia mengejek si Cue dan memperlakukan gadis itu dengan sikap dan kata-kata kasar.
Namun si Cue tidak mendendam, pada dasarnya ia memang mencintai pemuda itu, maka ia tidak merasa terhina dan malu ketika diejek Skolong. Mereka segera dinikahkan dan akhirnya hidup bahagia hingga hari tua.
Sumber. MB Rahmyah
Cerita Rakyat Indonesia
Penerbit: Tertib Terang Surabaya.
Seperti halnya si Cue, walaupun bentuknya aneh seperti ubi, ternyata, ia seorang yang baik hati. Ketabahan dan keuletannya akhirnya membuahkan hasil yang membahagiakan. Masih banyak lagi cerita dongeng yang dapat kamu ambil manfaatnya.
Baca juga: Mendongeng dengan Alat Peraga
0 Response to "Pengertian dan Contoh Dongeng Pendek (Singkat) serta Relevansinya dengan Situasi Sekarang"
Posting Komentar