Kekuasaan VOC di Indonesia
Kedatangan Bangsa Barat (Eropa) ke Indonesia ternyata memberikan pengaruh kepada bangsa Indonesia dan penduduknya sekaligus mempengaruhi sistem perekonomian dan pemerintahan yang ada.
Pada tahun 1596 Cornelis de Houtman tiba di Banten untuk tujuan perdagangan. Karena sikap Belanda yang sombong, maka mereka diusir dari Banten.
Pada tahun 1598, penjelajahan Belanda di bawah pimpinan Jacob van Neck tiba di Banten. Mereka diterima dengan baik oleh penguasa Banten, juga pendaratan di sepanjang pantai Utara Jawa dan Maluku.
Sejak ini, hubungan dagang dengan para pedagang Belanda semakin ramai. Dalam perkembangannya, antarpedagang Belanda terjadi persaingan yang kian memanas.
Untuk mengatasi persaingan yang rawan ini dibentuklah suatu kongsi dagang berupa persekutuan dagang India Timur atas prakarsa Johan van Oldenbarnevelt.
Kongsi dagang ini dibentuk tanggal 20 Maret 1602 dengan nama Vereenigde Oost Indische Compagnie (VOC).
1) menyaingi kongsi dagang Inggris di India, yaitu EIC (East India Company),
2) menguasai pelabuhan-pelabuhan penting dan kerajaan-kerajaan, serta
3) melaksanakan monopoli perdagangan rempah-rempah.
Di Indonesia, VOC berusaha mengisi kas keuangannya yang kosong. VOC menerapkan aturan baru yaitu Verplichte Leverantie atau penyerahan wajib.
Tiap daerah diwajibkan menyerahkan hasil bumi kepada VOC menurut harga yang telah ditentukan. Hasil bumi yang wajib diserahkan yaitu lada, kayu manis, beras, ternak, nila, gula, dan kapas.
Selain itu, VOC juga menerapkan Prianger stelsel, yaitu aturan yang mewajibkan rakyat Priangan menanam kopi dan menyerahkan hasilnya kepada VOC.
Dari aturan-aturan tersebut, VOC meneguk keuntungan yang sangat besar. Namun tidak bertahan lama karena mulai akhir abad ke-18 keuangan VOC terus mengalami kemerosotan. Penyebabnya adalah mengalami kerugian yang besar dan utang yang cukup banyak.
1) persaingan perdagangan dengan kongsi-kongsi lain dari bangsa Inggris dan Prancis,
2) penduduk Indonesia, terutama di Jawa telah menjadi miskin sehingga tidak mampu membeli barang-barang VOC,
3) perdagangan gelap merajalela, dan menerobos monopoli perdagangan VOC,
4) pegawai-pegawai VOC banyak yang korupsi,
5) banyak biaya perang yang dikeluarkan untuk mengatasi perlawanan penduduk, dan
6) kerugian yang cukup besar dan utang yang berjumlah banyak.
Akhirnya pada tanggal 31 Desember 1799 VOC dibubarkan dengan hutang 134,7 juta gulden. Hak dan kewajibannya diambil alih oleh pemerintah Republik Bataafsche di bawah kendali Prancis.
Pada tahun 1808, Daendels diangkat menjadi Gubernur Jenderal untuk wilayah Indonesia. Tugas utamanya adalah untuk mempertahankan Pulau Jawa dari serangan pasukan Inggris.
Selanjutnya, Daendels diganti oleh Janssen namun ia lemah. Akibatnya tidak mampu menghadapi Inggris. Melalui Kapitulasi Tuntang Janssens menyerah kepada Inggris. Indonesia menjadi jajahan Inggris.
Pada tahun 1596 Cornelis de Houtman tiba di Banten untuk tujuan perdagangan. Karena sikap Belanda yang sombong, maka mereka diusir dari Banten.
Pada tahun 1598, penjelajahan Belanda di bawah pimpinan Jacob van Neck tiba di Banten. Mereka diterima dengan baik oleh penguasa Banten, juga pendaratan di sepanjang pantai Utara Jawa dan Maluku.
Sejak ini, hubungan dagang dengan para pedagang Belanda semakin ramai. Dalam perkembangannya, antarpedagang Belanda terjadi persaingan yang kian memanas.
Untuk mengatasi persaingan yang rawan ini dibentuklah suatu kongsi dagang berupa persekutuan dagang India Timur atas prakarsa Johan van Oldenbarnevelt.
Kongsi dagang ini dibentuk tanggal 20 Maret 1602 dengan nama Vereenigde Oost Indische Compagnie (VOC).
Gambar: VOC di Indonesia |
Tujuan VOC
Tujuan pembentukan VOC sebenarnya tidak hanya untuk menghindari persaingan di antara pedagang Belanda, tetapi juga:1) menyaingi kongsi dagang Inggris di India, yaitu EIC (East India Company),
2) menguasai pelabuhan-pelabuhan penting dan kerajaan-kerajaan, serta
3) melaksanakan monopoli perdagangan rempah-rempah.
Di Indonesia, VOC berusaha mengisi kas keuangannya yang kosong. VOC menerapkan aturan baru yaitu Verplichte Leverantie atau penyerahan wajib.
Tiap daerah diwajibkan menyerahkan hasil bumi kepada VOC menurut harga yang telah ditentukan. Hasil bumi yang wajib diserahkan yaitu lada, kayu manis, beras, ternak, nila, gula, dan kapas.
Selain itu, VOC juga menerapkan Prianger stelsel, yaitu aturan yang mewajibkan rakyat Priangan menanam kopi dan menyerahkan hasilnya kepada VOC.
Dari aturan-aturan tersebut, VOC meneguk keuntungan yang sangat besar. Namun tidak bertahan lama karena mulai akhir abad ke-18 keuangan VOC terus mengalami kemerosotan. Penyebabnya adalah mengalami kerugian yang besar dan utang yang cukup banyak.
Penyebab Kemunduran VOC
Pada akhir abad ke -18 VOC mengalami kemerosotan. Hal ini diakibatkan oleh:1) persaingan perdagangan dengan kongsi-kongsi lain dari bangsa Inggris dan Prancis,
2) penduduk Indonesia, terutama di Jawa telah menjadi miskin sehingga tidak mampu membeli barang-barang VOC,
3) perdagangan gelap merajalela, dan menerobos monopoli perdagangan VOC,
4) pegawai-pegawai VOC banyak yang korupsi,
5) banyak biaya perang yang dikeluarkan untuk mengatasi perlawanan penduduk, dan
6) kerugian yang cukup besar dan utang yang berjumlah banyak.
Akhirnya pada tanggal 31 Desember 1799 VOC dibubarkan dengan hutang 134,7 juta gulden. Hak dan kewajibannya diambil alih oleh pemerintah Republik Bataafsche di bawah kendali Prancis.
Pada tahun 1808, Daendels diangkat menjadi Gubernur Jenderal untuk wilayah Indonesia. Tugas utamanya adalah untuk mempertahankan Pulau Jawa dari serangan pasukan Inggris.
Selanjutnya, Daendels diganti oleh Janssen namun ia lemah. Akibatnya tidak mampu menghadapi Inggris. Melalui Kapitulasi Tuntang Janssens menyerah kepada Inggris. Indonesia menjadi jajahan Inggris.
0 Response to "Kekuasaan VOC di Indonesia"
Posting Komentar